Jumat, 01 Juli 2016

Untuk anakku, jarak yang terjauh dan terdekat


nak....
Mungkin kakimu berat...
Atau waktumu untuk bermain..
atau...

Nak....
masjid itu bukan hanya sekedar simbol.....
Tapi...masjid itu merupakan kasih sayang Tuhan pada kita

Nak,...saat dirimu lelah dengan hidupmu
Datanglah ke tempatNYA
Agar bebanmu terurai.....
Sebesar apapun masalahmu.....
Kasih sayangNYA lebih besar dari itu semua...

Dulu nak,..
Masjid itu menjadi pilar- pilar peradaban
Dari situlah, cahaya iman menyebar ke segala arah

Ayahmu memang bukan orang soleh,
Ayahmu juga bukan orang hebat,
Ayahmu juga bukan orang baik,
ya...ayahmu juga bukanlah apa- apa

Tapi dengarlah...
Tapi bacalah....apa yang tertulis

Melangkahlah....
Saat engkau melangkah kesana dengan ilmu...
engkau akan mengerti....

Pati,26 ramadhan

BERHENTI JADI WANITA KARIR



Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping
masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.

Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.

“Belum ”, jawabku datar.

Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”

video yufidtv harddisk eksternal
Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.

“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.

“Menunggu suami” jawabnya pendek.

Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya
kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”

Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.

“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.

“Kenapa?” tanyaku lagi.

Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.

Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.

“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing.

Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, pusing nih, ambil sendirilah !!”.

Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah
bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)?

Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.

Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini?

Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.

Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya.

Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya.

“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan.

Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.

Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya.

Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya.

Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini”

“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya”

Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara. “Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara- saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain.”

Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.

“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah.

Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.

“Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?

Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?

Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?

Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, saat itu orang tersebut
belum mempunyai pekerjaan ?

Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.

Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu.

Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu.

Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.

Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.

Dan dia mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku.

Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku.
Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah…Allahu Akbar

Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya.

Copas dari saudara: Fathul Baari



Read more https://kisahmuslim.com/4156-kisah-inspirasi-berhenti-menjadi-wanita-karir-demi-taat-pada-suami.html

HEDONIC TREADMILL....

Assalamualaikum WrWb
Selamat pagi hari ini Ramadan yg ke 23 mdh2an sehat sll... Aamiin YRA...
Ini ada tulisan yg bagus ttg Hedonic Treadmill..

Treadmill bukan utk olahraga

Tulisan mantan Rektor ITB, Prof. Akhmaloka
--------------------------
Hedonic Treadmill

Pertanyaan :

Kenapa makin tinggi income seseorang , ternyata makin menurunkan arti / fungsi / peran uang dalam membentuk kebahagiaan ?

Kajian-kajian dalam ilmu financial psychology menemukan jawabannya , yang kemudian dikenal dengan nama :
" hedonic treadmill ”.

Gampangnya , hedonic treadmill ini adalah seperti ini :
Saat gajimu 5 juta , semuanya habis.

Saat gajimu naik 30 juta per bulan, eh... semua habis juga. Kenapa begitu ?

Karena harapan / ekspektasi dan gaya hidupmu pasti ikut naik, sejalan dengan kenaikan penghasilanmu.

Dengan kata lain, nafsumu untuk membeli materi / barang mewah akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan income-mu.

Itulah kenapa disebut hedonic treadmill:
Seperti berjalan di atas treadmill , kebahagiaanmu tidak maju-maju !!!

Nafsu materi tidak akan pernah terpuaskan.

Saat income 10 juta/bulan, mau naik Avanza.

Saat income 50 juta/bulan pengen berubah naik Alphard. Itu salah satu contoh sempurna tentang jebakan hedonic treadmill.

Hedonic treadmill membuat ekspektasimu akan materi terus meningkat.

Itulah kenapa kebahagiaanmu stagnan, meski income makin tinggi.

Ada eksperimen menarik:

Seorang pemenang undian berhadiah senilai Rp5 milyar dilacak kebahagiaannya 6 bulan setelah ia mendapat hadiah.

Apa yang terjadi ?

6 bulan setelah menang hadiah 5 milyar, level kebahagaiaan orang itu SAMA dengan sebelum ia menang undian berhadiah.

Itulah efek hedonic treadmill.

Jadi apa yang harus dilakukan agar kita terhindar dari jebakan hedonic treadmill ?

Lolos dari jebakan nafsu materi yang tidak pernah berujung ?

Terapkan lah  gaya hidup yang bersahaja !!!

Sekeping gaya hidup yang tidak silau dengan gemerlap kemewahan materi.

Mengubah orientasi hidup !!!

Makin banyak berbagi, semakin banyak memberi kepada orang lain, teruji justru semakin membahagiakan...!!!

Bukan - lah banyak mengumpulkan materi yang membuat kebahagiaanmu terpuaskan !!!

When enough is enough.

Kebahagiaan itu kadang sederhana misal masih bisa menikmati secangkir kopi panas, memeluk anggota keluarga yang sehat, tersenyum memulai hari hari, berbagi peduli memberi makna dan manfaat terhadap sesamanya, menyapa dan mengasih tip ke tukang sampah , lanjut membaca "makanan" spiritual sepanjang perjalanan menuju tempat tugas berdzikir, berbakti untuk bangsa dan agama , maka betapa indahnya hidup ini !!!

Selamat menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya Saudaraku dan Sahabatku serta Temenku.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu"
"Sampai kamu masuk ke dalam kubur"
"Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).”
(QS al-Takรขtsur [102]: 1-3).

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir"
"Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia semakin kikir”.
(QS al-Mรขrij [70] :  19-21).

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Kekayaan itu bukanlah lantaran banyak harta bendanya, akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kebahagiaan  jiwa  dan ketentraman jiwa".

(HR al-Bukhari).

Semoga bermanfaat.....

DILARANG BERJILBAB !



sekali lagi kisah Ironis.... Kisah anak dilarang berJilbab oleh Orangtuanya...๐Ÿ˜ญ

Benar-benar menyedihkan sekali kisah ini, dan mungkin dunia ini sdh gila kali ya ?!

Ada seorang anak, suatu hari terpanggil untuk memakai jilbab. Karena hatinya sudah mantab dan tetap, dia pun pergilah ke toko muslim untuk membeli jilbab.

Setelah membeli beberapa pakaian muslimah lengkap bersama jilbab dengan berbagai model (maklum teman saya itu stylish sekali), dia pun pulang ke rumah dgn hati suka cita.

Sesampainya di rumah, dgn bangga dia mengenakan jilbabnya.

Ketika dia ke luar dari kamarnya, bapak dan ibunya langsung menjerit. Mereka murka bukan main dan meminta agar anaknya segera melepaskan jilbabnya.

Anak itu tentu merasa terpukul sekali…bayangkan: Ayah ibunya sendiri menentangnya untuk mengenakan jilbab. Si anak mencoba berpegang teguh pada keputusannya, akan tetapi ayah ibunya mengancam akan memutuskan hubungan orang-tua dan anak bila ia berkeras memakainya.

Dia tidak akan diakui anak selamanya bila ia tetap menggunakan jilbab.

Anak itu sedih se-jadi2 nya. Dia merasa menjadi anak yg malang sekali nasibnya.

Tidak berputus asa, dia meminta guru tempatnya bersekolah untuk berbicara dgn orang tuanya agar ia diperbolehkan memakai jilbab.

Apa daya sang guru pun menolak.

Dia mencoba lagi berbicara dgn ustadznya dimana ia berguru untuk membujuk orang tuanya agar ia diizinkan memakai jilbab.

Hasilnya?

Ustadznya pun menolak untuk memperjuangkannya.

Belum pernah rasanya dirundung duka seperti itu
Dia merasa betul2 sendirian di dunia ini. Tak ada seorang pun yg mau mendukung keputusannya untuk memakai jilbab.

Akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan jalan terakhir.

Dia berkata pada orang tuanya: “Ayah dan ibu yg saya cintai. Saya tetap akan memakai jilbab ini. Kalau tidak diizinkan juga saya akan gantung diri !!!”

Sejenak suasana menjadi hening. Ketegangan mencapai puncaknya dlm keluarga itu.

Akhirnya sambil menghela napas panjang, si ayah berkata dgn lirih:

"Bambang, anakku, kalau kamu anak perempuan terserah kamu. Kamu ini kan anak laki2 kok pakai jilbab? Eling nak.................."
๐Ÿ‘น๐Ÿ’€๐Ÿ‘ป๐Ÿ‘น๐Ÿ™�๐Ÿ™�๐Ÿ™

COPAS wa SEORANG TEMAN